Raja Dari Sembilan Neraka
OtherGeneral StudiesOther
A word puzzle is a type of puzzle that involves finding words or phrases within a set of letters or words.
Raja Melewar atau Raja Malewa adalah seorang Raja atau Yang Dipertuan Besar Negeri Sembilan pertama di Semenanjung Malaya. Ia merupakan keturunan Yang Dipertuan Pagaruyung, yang diutus langsung dari Kerajaan Pagaruyung minangkabau untuk menjadi raja di Negeri Sembilan.[1]
Nama lengkapnya adalah Yang Dipertuan Besar Sri Paduka Raja Tuanku Mahmud Syah ibni al-Marhum Sultan 'Abdu'l Jalil, Yang diPertuan Besar Negeri Sembilan. Raja Melewar memerintah dari tahun 1773 sampai 1795.
Para pemukim Minangkabau sudah berdiam di Negeri Sembilan sejak abad ke-15. Pada awalnya mereka berada di bawah perlindungan Malaka, dan kemudian Johor. Pada abad ke-18 Johor yang melemah tak mampu lagi melindungi Negeri Sembilan dari serangan orang-orang Bugis. Karena itu para pemuka Negeri Sembilan meminta diberikan raja dari Pagaruyung untuk memerintah mereka. Raja Pagaruyung saat itu, Sultan Abdul Jalil, mengabulkan permohonan itu dan mengutus Raja Melewar untuk menjadi raja di Negeri Sembilan.
Sebelum Raja Melewar bertolak ke Negeri Sembilan, raja Pagaruyung telah memerintahkan seorang kerabat diraja bernama Raja Khatib untuk pergi lebih awal membuat persiapan menyambut Raja Melewar di Negeri Sembilan. Namun sesampainya Raja Khatib di Seri Menanti, dia telah mengaku sebagai anak raja yang dihantar dari Pagaruyung. Penghulu Seri Menanti bernama Penghulu Naam lalu mengawinkan anak perempuannya dengan Raja Khatib.
Sementara itu angkatan Raja Melewar berangkat dari Pagaruyung menuju Tanah Melayu. Bagaimanapun sebelum ke Negeri Sembilan, Raja Melewar terlebih dahulu menghadap Sultan Johor yang kemudiannya menganugerahkan cap mohor dan diberikan kuasa untuk memerintah semua tanah jajahan di Negeri Sembilan.
Selepas pelantikan itu Raja Melewar dan angkatannya berangkat menuju ke Negeri Sembilan melalui Naning. Sampai di Naning, angkatan Raja Melewar telah berpapasan dengan angkatan perang Bugis pimpinan Daeng Kemboja. Pertempuran terjadi dan akhirnya angkatan Bugis dikalahkan dan Daeng Kemboja terpaksa melarikan diri.
Raja Melewar kemudiannya meneruskan perjalanan sehingga sampai di Rembau dan ditabalkan menjadi Yang Dipertuan Besar Negeri Sembilan di Kampung Penajis. Tempat bersemayam Raja Melewar ini sampai sekarang diberi nama Kampung Astana Raja.
Selepas pertabalan itu Raja Melewar memimpin satu angkatan perang untuk menyerang Raja Khatib di Seri Menanti. Penghulu Naam memberontak menentang Yang Dipertuan Besar Raja Melewar. Dalam peperangan itu Penghulu Naam kalah dan dia-pun dihukum pancung. Dengan itu selesailah ketegangan dalam pemerintahan Negeri Sembilan ketika itu.
Pada tahun 1795, Raja Melewar digantikan oleh Tuanku Raja Hitam sebagai Yang Dipertuan Besar Negeri Sembilan berikutnya, yang bertahta dan memerintah dari tahun 1795 sampai 1808. Sebagai Raja ke-II, Tuanku Raja Hitam juga masih diutus langsung dari Kerajaan Pagaruyung.
Raja Melewar, Yang Dipertuan Besar di Negeri Sembilan
Anak Raja Pagaruyung, Raja Pertama di Negeri Sembilan
Oleh SUPRIZAL TANJUNG, Batam
TULISAN ini ingin memberikan informasi bagi rakyat Indonesia dan Malaysia, terutama masyarakat di negara bagian Negeri Sembilan (kini Ibukota-nya adalah Seremban, dan Kota Raja-nya adalah Seri Menanti) dan Provinsi Sumatera Barat, Indonesia, tentang hubungan sejarah kedua negara dan daerah ini secara ringkas.
Lukisan Raja Melewar di Istana Rembau, Negeri Sembilan, Malaysia
Terlebih sejak dikirimnya Raja Melewar atau Raja Mahmud (nama awal) menjadi Raja di Negeri Sembilan, atau Yang Dipertuan Besar Negeri Sembilan pada tahun 1774 M. Raja Melewar sendiri adalah anak dari, anak dari Raja Abdul Jalil yang bergelar Sultan Munim Syah III di Kerajaan Pagaruyung, di Sumatera Barat (Sumbar), Indonesia.
Orang-orang di Negeri Sembilan (dulu disebut Negeri Sebelah Darat) tentunya ingin mengetahui asal usul negeri nenek moyangnya. Begitu juga halnya dengan orang-orang Minangkabau. Mereka ingin juga mengetahui apa yang telah terjadi dengan nenek moyang mereka yang telah merantau sejak beratus tahun lalu.
Leguh legah bunyi pedati Pedati orang pergi ke Padang Genta kerbau berbunyi juga Biar sepiring dapat pagi Walau sepinggan dapat petang Pagaruyung teringat juga
Tentu saja tidak semua di antara kita mempunyai waktu, kesempatan dan dana mendatangi dua negeri ini. Dengan membaca tulisan ini, setidaknya kita akan mendapatkan informasi meskipun tidak secara mendalam.
Orang Minangkabau Pertama di Negeri Sembilan
Pada batu bersurat yang sampai sekarang masih ada di Sungai Udang Linggi Port Dickson, Negeri Sembilan dibuka pada awal kurun ke-14 oleh seorang yang bernama Syeikh Ahmad. Dari batu nesan yang terdapat di makamnya itu, menunjukkan dia telah meninggal dunia pada 1467, yaitu ketika pemerintahan Sultan Mansor Syah di Melaka.
Batu bersurat yang ada di kuburannya itu ternyata sama bentuk, rupa dan tulisan dengan batu bersurat yang ditemui di daerah-daerah Minangkabau. Tidak bisa dipungkiri lagi, Syeikh Ahmad berasal dari Minangkabau.
Lambang Negera Indonesia, Burung Garuda
Lambang Provisi Sumatera Barat, Indonesia
Di samping itu, proses pembentukan “bangsa Melayu” dalam pengertian modern di Tanah Semenanjung tidak terlepas dari keterlibatan dua suku bangsa dari Sulawesi (Bugis) dan Sumatera (Minangkabau). Jauh sebelum itu, sekelompok orang dari Bukit Siguntang (Palembang sekarang ini) yang dipimpin Raja Parameswara pergi ku Tumasik (baca: Singapura) sebelum akhirnya menetap dan mendirikan kerajaan di Melaka.
Lambang NegeraMalaysia
Sebelumnya, para perantau Minangkabau, telah bermukim di Negeri Sembilan sejak abad ke-14 di wilayah yang kini disebut Negeri Sembilan. Mereka datang melalui Melaka dan sampai ke Rembau. Perantau Minangkabau di Negeri Sembilan itu, awalnya berada di bawah perlindungan Malaka, dan kemudian Johor.
Bendera Negeri Sembilan
Lambang Negeri Sembilan
Orang-orang Minangkabau yang datang belakangan adalah dari suku kampung-kampung asal mereka di Minangkabau. Pada awalnya, kebanyakan yang tiba adalah dari Tanah Datar dan Payakumbuh.
Di Negeri Sembilan, orang Minangkabau hidup berdampingan secara damai dengan orang-orang asli Negeri Sembilan yaitu suku Sakai, Semang dan Jakun. Di perantauan ini, orang Minangkabau ini lebih bertamadun daripada orang asli ini dan berhasil mengambil hati orang asli. Dengan demikian terjadilah pernikahan antara orang-orang Minangkabau ini dengan penduduk asli. Keturunan mereka dinamakan suku Biduanda.
Suku Biduanda ini adalah pewaris asal Negeri Sembilan dan apabila hendak memilih pemimpin, maka hanya mereka dari suku Biduanda inilah yang akan dipilih. Dari suku Biduanda inilah asalnya pembesar-pembesar Negeri Sembilan yang dipanggil Penghulu dan kemudiannya Undang. Sebelum wujudnya Yang DiPertuan Besar, Negeri Sembilan adalah di bawah naungan kerajaan Melayu Johor.
Zaman Kesultanan Johor-Riau Sultan Johor Riau, Sultan Mahmud Shah II Dibunuh Panglima Megat Seri Rama
Secara ringkas, tanah Melayu ini, pada awalnya dikuasai Kerajaan Sriwijaya tahun 1000-an M, lalu berganti masuk wilayah Kesultanan Melaka. Terakhir dikuasai Kesultanan Johor-Riau.
Setelah Kesultanan Melaka musnah akibat serangan penjajah Portugis, Sultan Melaka yang terakhir yaitu Sultan Mahmud Shah bersama para pengikutnya termasuk Orang Laut mendirikan Kesultanan Johor-Riau dengan ibu kotanya berpusat di Pulau Bentan. Tidak berapa lama kemudian, tentara Belanda telah berhasil merampas negeri Melaka dari tangan penjajah Portugis.
Tahun 1699, Raja Kesultanan Johor-Riau yaitu Sultan Mahmud Shah II meninggal setelah dibunuh Panglima Bintan bernama Megat Seri Rama. Karena Sultan Mahmud Shah II belum beristri dan mempunyai anak, maka Bendahara Johor yaitu Tun Abdul Jalil telah melantik dirinya sendiri sebagai Sultan Johor-Riau yang baru dengan gelaran Sultan Abdul Jalil IV.
Melihat keadaan ini, keluarga Sultan Mahmud Shah II tidak menerima pelantikan Tun Abdul Jalil. Mereka menuduh Tun Abdul Jalil telah terlibat dalam pembunuhan Sultan Mahmud Shah II.
Keributan dan kekacauan pun terjadi di Johor. Perebutan kekuasaan, dan pembunuhan telah mengganggu roda pemerintahan di Johor. Dampak dari kekacauan ini, juga melanda Negeri Sembilan. Negeri Sembilan pun menjadi tidak aman karena goyangnya Kesultanan Johor-Riau.
Pada pertengahan abad ke-17 itu, Kerajaan Melayu Johor sedang diancam orang-orang Acheh di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam (1607-1636). Ini menjadikan Kerajaan Melayu Johor tidak mampu melindungi Negeri Sembilan.
Pada waktu yang sama, orang-orang Bugis yang dikepalai Daeng Kemboja telah memasuki Negeri Sembilan membuat huru hara. Mereka memaksa orang-orang Negeri Sembilan keturunan Minangkabau mengakui Daeng Kemboja sebagai raja di Negeri Sembilan. Ini bertentangan dengan pendirian orang-orang Minangkabau ini.
Oleh sebab itu, orang Minangkabau ini lalu meminta kesediaan Sultan Johor sebagai penguasa dan pelindung mereka di tanah rantau.
Namun, masalahnya tidaklah segampang membalik telapak tangan. Sebab Daeng Kamboja, bangsawan dan petualang Bugis, menjadi Yang Dipertuan Muda Johor saat itu mengklaim sebagai penguasa Negeri Sembilan.
Untuk diketahui, Daeng Kamboja adalah anak dari Daeng Parani, saudara tertua dari lima bersaudara dari Bugis Luwu yang datang merantau ke semenanjung (Daeng Parani, Daeng Marewa, Daeng Celak, Daeng Manambun, Daeng Kemasi).
Orang-orang Minangkabau di perantauan ini jelas menolak mengakui kekuasaan Daeng Kamboja. Sayangnya, pada masa itu kerajaan Johor-Riau telah melemah dan memang tak mampu lagi melindungi daerah naungannya, Negeri Sembilan dari serangan orang-orang Bugis.
Ketika orang Minangkabau meminta perlindungan, Raja Muda Johor-Riau tak cukup punya nyali ‘berseberangan’ dengan Daeng Kamboja. Kepada orang-orang Minang, Raja Johor, Sultan Alauddin hanya menganjurkan agar orang Minangkabau di Negeri Sebelah Darat (Negeri Sembilan) mendatangkan saja pemimpin dari negeri asal mereka, Minangkabau.
Meminta Raja ke Pagaruyung
Lewat satu musyawarah, akhirnya Dato Undang dan Dato Penghulu (datuk, pemimpin orang Minangkabaua di Negeri Sembilan) mengambil keputusan. Isi keputusan, mereka mengirim wakil mereka untuk memohon seorang putera raja dari Pagaruyung agar dijadikan raja di Negeri Sembilan.
Lalu, diutuslah dua orang, yaitu Panglima Bandan dan Panglima Bandut menghadap Raja Pagaruyung saat itu, Sultan Abdul Jalil, atau nama lengkapnya Raja Abdul Jalil Berdaulat Raja Alam Minangkabau. Ada juga informasi yang menyebutkan, bahwa yang diutus Dato Undang dan Dato Penghulu menghadap Sultan Abdul Jalil adalah Sutan Karo atau Panglima Hitam.
Panglima Bandan dan Panglima Bandut begitu bertemu dengan Raja Pagaruyung, Sultan Abdul Jalil, lalu menceritakan bagaimana kacaranya keadaan Johor dan Negeri Sembilan ketika itu. Keadaan perantau Minangkabau di Negeri Sembilan sudah tidak aman dan nyaman lagi. Keributan hampir terjadi setiap waktu.
Mendengar cerita ini, Sultan Abdul Jalil pun bisa memahami keadaan Negeri Sembilan. Dan bisa menerima permintaan dari Panglima Negeri Sembilan ini, yaitu mendatangkan seorang raja dari Pagaruyung untuk membantu memerintah dan mengamankan Negeri Sembilan.
Raja Melewar, Anak Raja Abdul Jalil yang bergelar Sultan Munim Syah III
Ketika itu, Raja Abdul Jalil yang bergelar Sultan Munim Syah III itu memiliki beberapa putera yang memiliki hak yang sama mewarisi jabatan sebagai raja. Di antara anaknya memiliki kemampuan fisik dan batin adalah Raja Sulaiman, Raja Khatib dan Raja Mahmud.
Batu ini merupakan sebagai satu tempat ujian bagi anak-anak raja yang mesti LULUS sebelum ditabalkan menjadi raja di Negeri Sembilan. Ujian yang dilakukan..boleh baca info dibawah.
Berdasarkan mufakat Basa Empat Balai, diputuskan anak raja yang akan diangkat sebagai bakal raja di Negeri Sembilan harus dapat melewati ujian. Ketiga anak raja itu lalu melalui ujian fisik (pencak silat, memainkan senjata tajam) dan kebatinan (batin) dari Raja Pagaruyung. Di samping itu, mereka harus tidur semalaman di atas batu kasur beralaskan daun jelatang/jilatang niru bertempat di bawah beringin tiga sakti di Gudam Balai Janggo dalam Koto Pagaruyung di Bawah Bukit Batu Patah dengan adat upacara Diraja.
Pokok (pohon) jelatang (Malaysia) atau jilatang (Indonesia) yang digunakan semasa ujian.
Tidak semua orang mengenal pohon jelatang/jilatang. Bagi masyarakat pedesaan, tentulah jilatang dikenal dengan baik, karena tumbuhan ini adalah salah satu jenis tumbuhan liar yang sangat ditakuti oleh setiap orang. Pohon, batang dan daun jelatang/jilatang mengandung racun yang akan menyebabkan kulit manusia menjadi gatal, pedih dan sakit bila bersentuhan langsung dengan manusia.
Sementara usia pohon jelatang/jilatang sangat tidak terbatas. Kehadirannya tidak membawa manfaat bagi manusia, malah menimbulkan mudarat dan kerugian besar bagi seluruh orang di sekitarnya. Oleh sebab itu, biasanya orang akan membunuh pohon jelatang/jilatang bila bertemu di mana saja.
Dalam ujian berat tersebut, hanya Raja Mahmud yang lulus ujian. Lewat satu upacara adat kerajaan, Raja Pagaruyung, Abdul Jalil Berdaulat Raja Alam Minangkabau lalu melewarkan (bahasa Minangkabau, mengumunkan atau memberitahukan) pergantian nama Raja Mahmud menjadi Raja Melewar. Sejak saat itu, resmilah nama Raja Melewar melekat pada diri Raja Mahmud.
Raja Pagaruyung, Abdul Jalil Berdaulat Raja Alam Minangkabau pun melepas keberangkatan Raja Mahmud ke Negeri Sembilan. Ketika akan berangkat ke tanah Malaka, Raja Mahmud membawa sehelai rambut gombak pusaka yang ada di kepala ayanya, Raja Abdul Jalil.
Rambut ini sebagai simbol atau pertanda, bahwa dirinya lah sebagai bakal raja resmi dan disetujui Raja Pagaruyung untuk memimpin di Negeri Sembilan. Rambut sehelai ini, jika dimasukan kedalam sebuah batil atau cerana, akan penuh batil atau cerana itu. Benda pusaka itu masih tetap digunakan bila menobatkan seorang raja baru di Negeri Sembilan hingga saat sekarang.
Raja Khatib Berkhianat
Sebelum Raja Mahmud berangkat ke Negeri Sembilan, Raja Pagaruyung Raja Abdul Jalil telah memerintahkan seorang anaknya bernama Raja Khatib pergi lebih dahulu membuat persiapan menyambut Raja Mahmud di Negeri Sembilan.
Namun sesampainya Raja Khatib di Seri Menanti, dia telah mengaku sebagai anak raja yang dikirim dari Pagaruyung. Di Seri Menanti, Raja Khatib berhubungan dengan Penghulu Seri Menanti bernama Penghulu Naam. Persekongkolan Raja Khatib dengan Penghulu Naam semakin kental dan akrab, ketika Penghulu Naam menikahkan anak perempuannya bernama Warna Emas dengan Raja Khatib.
Menurut penulis, ketika Raja Khatib sampai di Negeri Sembilan, mungkin dia disambut dengan suka cita. Para perantau mengelu-elukan Raja Khatib yang merupakan anak kandung dari Raja Pagaruyung, Raja Abdul Jalil. Para perantau merasa sangat bahagia dan bangga, karena didatangi seorang anak raja Pagaruyung. Sebab anak raja inilah yang akan memimpin sekaligus membantu mereka mengamankan Negeri Sembilan dari kekacauan, keributan, serangan musuh dan gangguan pasukan Bugis.
Mendapat sambutan hangat dan berlebihan ini, diduga telah membuat niat awal di dalam hati Raja Khatib berubah. Mulanya dia ditugaskan mempersiapkan penabalan Raja Melewar, kemudian dia mengaku bahwa dialah yang diutus menjadi Yang Dipertuan di Negeri Sembilan. Hasilnya, Raja Khatib pun sempat menjadi raja di Negeri Sembilan.
Namun, hal ini yang tidak semestianya ini tidak berlangsung lama. Keadaan ini disampaikan orang Minangkabau di Negeri Sembilan yang masih setia kepada Raja Pagaruyung. Begitu informasi ini sampai di kerajaan Pagaruyung di ranah Minang, maka dipercepatlah Raja Mahmud berangkat ke Seri Menanti.
Menghadap Sultan Johor dan Jadi Raja
Kembali ke ranah (tanah) Minangkabau yaitu di kerajaan Pagaruyung. Begitu mendapat restu dan doa dari ayahnya Raja Abdul Jalil, Raja Mahmud dan angkatan perangnya segera berangkat dari Pagaruyung. Mereka kemudian singgah di Kerajaan Siak (Riau) untuk mendapatkan pengiring-pengiring andal, ahli silat, ahli perang, dan ahli pertikaman, kemudian meneruskan perjalanan ke ranah Melayu.
Untuk sampai ke Johor, Raja Melewar melalui Sungai Linggi lalu menuju Sungai Rembau. Dari Rembau lalu ke Seri Menanti. Sungai Linggi ini memisahkan Melaka dengan Negeri Sembilan.
Bagaimanapun juga, Raja Mahmud sangat memahami sebuah sopan santun dan adat istiadat satu daerah. Sebagai tamu yang baik dan menghormati tuan rumah, sebelum pergi ke Negeri Sembilan, Raja Mahmud terlebih dahulu menghadap Sultan Johor.
Sultan Johor kemudian menganugerahkan cap mohor dan menganugerahkan gelar Yang Dipertuan Besar Negeri Sembilan kepada Raja Melewar. Ini terjadi pada tahun 1773 M. Raja Melewar pun diberikan kekuasaan untuk memerintah semua wilayah di Negeri Sembilan.
Dari kisah ini, terkenal pepatah yang berbunyi:
Beraja (mempunyai raja) ke Johor, Bertali ke Siak, Bertuan ke Minangkabau.
Berperang dengan Angkatan Perang Bugis
Selepas pelantikan itu Raja Melewar dan angkatan perangnya berangkat ke Negeri Sembilan melalui Naning. Sampai di Naning, angkatan perang Raja Mahmud berpapasan dengan angkatan perang Bugis pimpinan Daeng Kemboja di wilayah Simpang.
Tidak terelakkan lagi. Pertempuran pun terjadi dan akhirnya. Ketika itu, Raja Mahmud berhasil mengalahkan angkatan perang Bugis. Kemudian, Daeng Kemboja bersama angkatan perangnya yang masih tersisa terpaksa melarikan diri.
Lukisan Raja Melewar berperang di Laut. Lukisan di Replika Istana Raja Melewar di Kampung Astana Raja Rembau, Negeri Sembilan.
Ditabalkan di Rembau (Merbau)
Raja Mahmud kemudiannya meneruskan perjalanan sehingga sampai di Rembau sebuah daerah di Negeri Sembilan. Rembau (awal katanya pohon Merbau) merupakan daerah perantauan banyak orang Minangkabau. Kini, tahun 2009, Negeri Sembilan mempunyai tujuh (7) daerah yaitu :
1. Jelebu 2. Jempol 3. Kuala Pilah 4. Port Dickson 5. Rembau 6. Seremban (Ibu Kota Neger Sembilan) Sekitar 1-2 Jam Perjalanan dari Kualalumpur. 7. Tampin
Di Rembau ini, dulunya, para perantau Minangkabau kawin dengan penduduk setempat dan sudah pinak di daerah ini.
Ketika tiba di Rembau, Raja Mahmud pun ditabalkan menjadi Yang Dipertuan Besar Negeri Sembilan yang pertama di Kampung Penajis Tanah Kerajaan di dalam Luak Rembau dan kemudian bertahta di Seri Menanti, di bawah Bukit Gitan Seri Indera, pada tahun 1773 M.
Dalam penabalan tersebut, Raja Mahmud tidak diberi gelar Sultan tapi Yang DiPertuan atau Yamtuan. Sebab dia dijemput oleh pembesar-pembesar negeri (Penghulu) ke Pagaruyung dan dirajakan di Negeri Sembilan. Jadi gelarnya adalah Yang DiPertuan Besar Negeri Sembilan atau Yamtuan. Tempat bersemayam Raja Melewar ini sampai sekarang diberi nama Kampung Astana Raja.
Perang Melawan Raja Khatib dan Penghulu Naam
Usai penabalan itu Raja Melewar memimpin satu angkatan perang untuk menyerang saudaranya sendiri, Raja Khatib di Seri Menanti. Namun, diperkirakan kekuatan Raja Melewar tidak cukup. Sebab, angkatan perang Raja Melewar sudah banyak berkurang setelah berperang dengan pasukan Bugis di wilayah Simpang.
Untuk itu, dimintalah pasukan tambahan ke Padang Unang di tanah Minangkabau, Sumatera Barat. Maka datanglah Tuanku Tengku Khairul Alam memimpin 40 hulubalang ke Seri Menanti. Secara bersama, Raja Melewar dibantu penghulu (pemimpin) setempat dan 40 hulubalang lalu berperang melawan Raja Khatib. Perang terjadi dalam waktu yang cukup lama. Banyak harta benda, dan nyawa hilang dalam perang saudara tersebut.
Dalam pertempuran tersebut, Raja Melewar berhasil mengalahkan Raja Khatib dan kemudian melarikan diri. Hal ini dibiarkan saja oleh Raja Melewar, sebab beliau menganggap, dengan larinya Raja Khatib, maka akan berakhirlah perang dengan saudaranya itu.
Menurut satu sejarah. Larinya Raja Khatib setelah kalah dalam perang pertama bukan menjadi titik penghabisan sebuah pertempuran. Begitu kuat kembali angkatan perangnya, Raja Khatib kembali datang ke Negeri Sembilan menantang Raja Melewar. Lagi-lagi, peperangan kembali terjadi. Kali ini, Raja Melewar berhasil mematahkan serangan sekaligus membunuh Raja Khatib.
Namun, ada juga pendapat yang mengatakan bahwa, setelah dua kali kalah melawan Raja Melewar, akhirnya Raja Khatib melarikan diri ke Naning dan kemudian diserahkan kepada Sultan Siak (di Provinsi Riau sekarang, Indonesia). Sebabnya pembelotan Raja Khatib ini dirancang oleh Sultan Siak sendiri.
Untuk diketahui, Raja Siak ini mempunyai masalah dengan Raja Johor yang saat itu sedang memerintah. (Untuk masalah ini, akan dibahas dalam satu tulisan lain. Insya Allah).
Selesai masalah dengan Raja Khatib, konflik di Negeri Sembilan belum berakhir. Raja Melewar belum bisa memerintah dengan aman dan tenang. Sebab masih ada Penghulu Naam.
Silsilah Penghulu Naam
Penghulu Naam adalah cucu dari Datuk Penghulu Luak Inas. Penghulu Inas mempunyai anak perempuan bernama Senduk Emas bergelar Penghulu Berantai Kulit. Senduk Emas nikah dengan pemuda bernama Khatib Ali. Mereka mendapatkan anak bernama Penghulu Naam dan kemudian dilantik menjadi Penghulu Luak Muar.
Pengulu Naam lalu nikah dengan seorang puteri dari Datuk Raja yang berasal dari Minangkabau. Dari pernikahan Penghulu Naam dengan puteri dari Minangkabau itulah lahir lima anak yaitu, Warna Emas (perempuan), Nyai Kuning (perempuan), Merah (lelaki), Sipi (lelaki), dan Cik Sani (perempuan).
Warna Emas nikah dengah Raja Khatib, dan Cik Sani kemudian menjadi istri Raja Melewar. Sedangkan dari keturunan Merah dan Sipi itulah bermula dua dari empat Orang Besar Istana.
Cerita Kesaktian Penghulu Naam
Penghulu Naam, mertua Raja Khatib, lebih keras menolak dan menentang kehadiran Yang Dipertuan Besar Raja Melewar. Maka terjadilah perang antara pengikut Raja Melewar melawar Penghulu Naam dan pengikutnya.
Dalam pertarungan ini, tidak gampang bagi Raja Melewar mengalahkan Penghulu Naam. Berdasarkan cerita lisan di tengah masyarakat, Penghulu Naam adalah seorang pendekar yang andal dan banyak mempunyai ilmu sakti.
Dalam peperangan itu Penghulu Naam bertarung satu lawan satu dengan Raja Melewar. Akhirnya Raja Melewar berjaya (berhasil) membunuh Penghulu Naam. Mayat Penghulu Naam dikebumikan di tanah perkuburan.
Tapi anehnya, keesokan harinya, Penghulu Naam muncul semula (lagi) dan mencabar (menantang) Raja Melewar. Dalam pertarungan itu, sekali lagi Raja Melewar berhasil membunuh Penghulu Naam. Sekali lagi mayat Penghulu Naam dikebumikan. Esoknya sekali lagi Penghulu Naam hidup semula dan berperang lagi dengan Raja Melewar. Sekali lagi Raja Melewar membunuh Penghulu Naam.
Cuma kali ini, Raja Melewar bermusyawarah dengan Dato Undang dan Dato Penghulu (datuk, pemimpin orang Minangkabaua di Negeri Sembilan). Hasil musyawarah itu, telah didapat dan akan dicoba satu jalan keluar, mengalahkan ilmu Penghulu Naam bisa lagi setelah dibunuh.
Para pertarungan berikutnya, lagi-lagi Penghulu Naam terbunuh. Oleh Raja Melewar dan pengikutnya, kepala Penghulu Naam dipancung dan dibuat terpisah dari badan. Kepalanya ditanam di puncak sebuah bukit, sementara badannya ditanam di puncak sebuah bukit lainnya. Antara dua bukit ini dipisahkan oleh sebuah sungai.
Pada malam hari usai pemancungan kepala, penduduk kampung mendengar suara Penghulu Naam melaung-laung memanggil badannya yang tertanam di bukit seberang sungai. Namun badan itu tidak berupaya (mampu) menyeberang sungai untuk bersatu dengan kepalanya. Kabarnya suara melaung-laung memanggil badan itu berlangsung selama tiga malam. Malam berikutnya tidak kedengaran lagi. Dengan itu matilah Penghulu Naam.
Menurut cerita masyarakat yang terus berkembang, sampai sekarang bukit yang ditanam kepala Penghulu Naam itu disbut Bukit Tempurung (tempurung kepala) dan bukit yang satu lagi dinamakan Bukit Badan.
Ada satu strategi politik jitu dilakukan Raja Melewar. Setelah mengalahkan Penghulu Naam, Raja melewar berhasil meyakinkan dan menikahi Cik Seni anak Penghulu Naam. Cik Seni adalah adik dari Warna Emas. Warna Emas sendiri sebelum pertempuran telah dinikahi oleh Raja Khatib.
Bagi sebagian masyarakat di Rembau, tindakan Raja Melewar tidak dapat mereka terima. Mereka tidak setuju dan menentang tindakan Raja Melewar menikahi Cik Seni. Namun, dengan kesungguhan hati, ditambah dengan pemahaman dan kebijakannya sebagai seorang raja, akhirnya Raja Melewar dapat meyakinkan para pemuka masyarakat Negeri Sembilan tentang keputusannya menikahi Cik Seni.
Bagi Raja Melewar, niatnya menikahi Cik Seni di samping rasa cinta, juga karena dia tidak ingin ada dendam berkepanjangan. Terutama sekali dendam antara keturunan Raja Melewar dengan keturunan Penghulu Naam. Lagi pula, Raja Melewar pada awalnya tidaklah menginginkan terjadinya perang.
Pertempuran dan perang tentu saja tidak akan terjadi bila saja Penghulu Naam mau mengakui Raja Melewar sebagai Yang DiPertuan Besar di Negeri Sembilan. Apalagi Raja Melewar sangat menghormati orang-orang tua termasuk Penghulu Naam yang dihormati orang Minangkabau di Negeri Sembilan.
Menurut penulis, rasa tidak senang orang Rembau mungkin karena mereka merasa tidak dihargai. Setelah membantu menambalkan dan menyambut Raja Melewar, ternyata bukan anak keturunan mereka yang dinikahi Raja Melewar. Anak Raja dari Pagaruyung ini malah menikahi Cik Seni, anak Penghulu Naam yang merupakan musuh Raja Melewar.
Hal lain yang juga menjadi ganjalan di hati masyarakat di sana, Raja Melewar adalah orang muda, pendatang (bukan penduduk asli) di daerah tersebut. Ada oknum orang tempatan, pejabat, penghulu tempatan yang tidak senang dengan kehadiran Raja Melewar, yang hanya sebagai pendatang, malah menjadi raja di negeri tersebut. Dengan berbagai cara, orang-orang yang tidak senang tadi, memprovokasi orang banyak agar tidak menyukai Raja Melewar.
Dengan meninggalnya Penghulu Naam, tidak ada lagi masalah bagi Raja Melewar memerintah kerajaan Negeri Sembilan. Dibantu Dato Undang dan Dato penghulu serta masyarakat Minangkabau, dan suku Biduanda, Raja Melewar memerintah di Negeri Sembilan sejak tahun 1773 M sampai 1795 M. Tidak ada masalah yang dihadapi oleh perantau Minangkabau, suku Biduanda dan anak keturunannya pada masa itu.
Namun, pada lawatan (perjalanan) ke Luak Rembau, Raja Melewar gering dan meninggal di Astana Raja Rembau tahun 1795. Saat itu, Raja Melewar sudah memerintah selama 22 tahun. Jasadnya dimakamkan di sebelah makam permaisurinya di sebuah kawasan bernama Bukit Serajin.
Setelah Raja Malewar wafat pada tahun 1795, tidak diangkat putranya menjadi raja. Raja Malewar punya dua anak yaitu Raja Totok dan Tengku Aisyah (perempuan).
Sekali lagi diminta seorang raja dari Minangkabau. Dan dikirimlah Raja Hitam dan dinobatkan pada tahun 1795. Raja Hitam kawin dengan putri Raja Malewar yang bernama Tengku Aisyah. Sayangnya, dari perkawinan Raja Hitam ini tidak dikaruniai putra.
Makam Raja Melewar (kiri) dan makam Permaisuri Raja Melewar (kanan).
Seorang ibu ketika berziarah ke kuburan Raja Melewar.
Makam Raja Melewar dan Permaisurinya Cik Seni
Prasasti tentang kisah perjalanan Raja Melewar dari Pagaruyung ke Negeri Sembilan.
Raja Hitam kawin dengan seorang perempuan lain bernama Encek Jingka. Dari istrinya ini beliau medapat empat orang putra/putri bernama Tengku Alang Husin, Tengku Ngah, Tengku Ibrahim, dan Tengku Alwi. Dan ketika beliau wafat dalam tahun 1908, juga tidak diangkat salah seorang putranya sebagai pengganti raja.
Perantau Minangkabau kembali mengirimkan utusan ke Pagaruyung untuk meminta seorang raja baru. Dan dikirimlah Raja Lenggang dari Minangkabau.
Raja Lenggang Memerintah di Negeri Sembilan
Raja Lenggang memerintah antara tahun 1808-1824. Raja Lenggang nikah dengan Tengku Ngah, putri Raja Hitam dan mempunyai putra dua orang bernama, Tengku Radin dan Tengku Imam.
Raja Lenggang adalah pelanjut perjuangan Raja Melewar. Kemudian, dari Raja Lenggang lahir keturunan yang kemudian menjadi raja-raja di Negeri Sembilan hingga sekarang ini.
Hal ini terlihat, ketika Raja Lenggang meninggal, pemimpin Minangkabau di Negeri Sembilan tidak lagi meminta raja ke Pagaruyung. Hal ini dapat dimaklumi, karena di Pagaruyung sendiri ketika itu sedang terjadi perang antara Kaum Padri dan pihak Kerajaan Pagaruyung melawan penjajah Belanda. Sementara di Negeri Sembilan terjadi kekosongan pimpinan setelah ditinggal wafat Raja Lenggang. Maka dinobatkanlah Tengku Radin menggantikan ayah beliau, Raja Lenggang. Raja Radin memerintah dari tahun 1824-1861.
Penabalan ini menjadi sejarah tersendiri, karena Raja Radin menjadi raja pertama Negeri Sembilan dan lahir di Negeri Sembilan dan diangkat oleh pemegang adat dan undang-undang. Dari keturunan Raja Radin lah yang secara turun-temurun menjadi raja di negeri ini. Raja Radin digantikan oleh adiknya Raja Imam, tahun 1861-1869. Selanjutnya raja-raja yg memerintah di Negeri Sembilan adalah sebagai berikut:Tengku Ampuan Intan (Pemangku Pejabat) 1869-1872. Yang Dipertuan Antah 1872-1888. Tuanku Muhammad 1888-1933. Tuanku Abdul Rahman 3 Agust 1933-1 April 1960. Tuanku Munawir 5 April 1960-14 April 1967. Tuanku Ja’far 18 April 1967-
Untuk lebih lengkapnya, inilah silsilah Raja-raja Kerajaan Negeri Sembilan.1. 1773-1795: Raja Melewar dijemput ke Pagaruyung (memerintah selama 22 tahun). Raja Melewar adalah raja pertama di Negeri Sembilan.
2. 1795-1808: Raja Hitam dijemput ke Pagaruyung (memerintah selama 13 tahun). Raja Hitam adalah raja kedua di Negeri Sembilan.
3. 1808-1824: Raja Lenggang dijemput ke Pagaruyung (memerintah selama 16 tahun). Raja Lenggang adalah raja ketiga di Negeri Sembilan.
4. 1824-1861: Raja Radin ibni Yamtuan Lenggang (memerintah selama 37 tahun). Raja Radin adalah raja keempat di Negeri Sembilan.
5. 1861-1869: Yamtuan Imam ibni Yamtuan Lenggang (memerintah selama 8 tahun). Yamtuan Imam adalah raja kelima di Negeri Sembilan.
***. 1869-1872: Tengku Ampuan Intan (pemangku raja, wali raja, regent) (memerintah selama 3 tahun). Tengku Ampuan Intan adalah istri dari Raja Radin.
Tengku Ampuan Intan http://www.guide2womenleaders.com/womeninpower/Womeninpower1840.htm
6. 1872-1888: Yamtuan Antah ibni Yamtuan Radin (memerintah selama 16 tahun). Yamtuan Antah adalah raja keenam di Negeri Sembilan.
7. 1888-1933: Tuanku Muhammad Shah ibni Yantuam Antah (memerintah selama 45 tahun). Tuanku Muhammad adalah raja ketujuh di Negeri Sembilan.
Yamtuan Besar Tuanku Muhammad Shah 8. 13 Agustus 1933 sampai 1 April 1960: Tuanku Abdul Rahman ibni Tuanku Muhammad Shah (memerintah selama 27 tahun). Tuanku Abdul Rahman adalah raja kedelapan di Negeri Sembilan.
9. 5 April 1960 sampai 14 April 1967: Tuanku Munawir ibni Tuanku Abdul Rahman (memerintah selama 7 tahun). Tuanku Munawari adalah raja kesembilan di Negeri Sembilan.
10. 18 April 1967 sampai Sabtu 27 Desember 2008: Tuanku Jaafar ibni Tuanku Abdul Rahman (memerintah selama 41 tahun). Tuanku Jaafar adalah raja kesepuluh di Negeri Sembilan. Tuanku Jaafar wafat di di Hospital Tuanku Ja’afar di sini pada Sabtu 27 Desember 2008.
11. Senin 29 Desember 2008 – kini: Tuanku Muhriz ibni Tuanku Munawir (memerintah … tahun). Tuanku Mukhriz adalah raja kesebelas di Negeri Sembilan.
http://fazzoni.fotopages.com/?entry=1662305 http://baikoeni.multiply.com/journal http://suprizal-tanjung.blogspot.com/search?q=raja+melewar&submit=Silakan+Cari+Artikel http://www.padangmedia.com/?mod=pagaruyung&id=3 http://halaqah.net/v10/index.php?topic=1387.0 http://www.jomlayan.com/mybb/archive/index.php/thread-10116-6.html http://www.bernama.com.my/bernama/v3/bm/news_lite.php?id=159841http://www.afyassin.com/adatperpatih/2008/05/misteri-batu-aceh-di-suku-tanah-datar.html http://artmelayu.blogspot.com/2008/08/makam-raja-melewar-di-siang-hari-tomb.html http://74.125.153.132/search?q=cache:57EhWReWwpMJ:www.mail-archive.com/rantau-net%40rantaunet.com/msg10522.html+perjalanan+raja+melewar&cd=5&hl=af&ct=clnk http://id.wikipedia.org/wiki/Rao,_Pasaman http://74.125.153.132/search?q=cache:9q3bu0D7PbsJ:jaro.com.my/index.pl%3Faction%3Daccount%26req%3Dprofile%26uid%3D124+raja+melewar+sakti&cd=5&hl=af&ct=clnk http://terombarawa.blogspot.com/2008/12/kembara-ke-tanah-minang-dan-rao-di.html http://74.125.153.132/search?q=cache:5YF5hZMYLxAJ:www.kelab-umno.com/index.php%3Foption%3Dcom_content%26view%3Darticle%26id%3D17:yang-di-pertuan-besar-negeri-sembilan-ke-11-+Undang+Luak+Yang+Empat&cd=8&hl=af&ct=clnk http://74.125.153.132/search?q=cache:6-_4lncJu2AJ:anakbuah.blogspot.com/2009/01/pelantikan-tuanku-mukhriz-sebulat-suara.html+Undang+Luak+Yang+Empat&cd=4&hl=af&ct=clnk http://ms.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Negeri_Sembilan http://akudiadanlagu1.blogspot.com/2009/06/yamtuan-paling-lama-memerintah-di.html http://72.14.235.132/search?q=cache:ldGAaPZHCIAJ:ms.wikipedia.org/wiki/Penghulu_Naam+kehebatan+raja+melewar&hl=id&ct=clnk&cd=5 http://www.minangforum.com/showthread.php?t=1884 http://209.85.175.132/search?q=cache:NwaO59lGinMJ:deahan.blogspot.com/2008/12/sejarah-ydp-besar-negeri-sembilan.html+apakah+tuanku+mukhriz+keturunan+minangkabau&hl=id&ct=clnk&cd=21&gl=id http://ms.wikipedia.org/wiki/Orang_Laut http://freepages.genealogy.rootsweb.ancestry.com/~royalty/files/pix_malaysia1.html foto raja-raja Negeri Sembilan dan Malaysia. http://www.guide2womenleaders.com/womeninpower/Womeninpower1840.htm sumber foto Tengku Ampuan Intan http://fazzoni.fotopages.com/?entry=1662305 lukisan foto Raja Melewar http://juela.blogspot.com/2009/01/replika-istana-raja-melewar.html lukisan foto Raja Melewar
http://www.tayargolek.com/2011/09/kembara-mengejar-sejarah-istana-raja.html
May 20, 2012 - Posted by Suprizal Tanjung's Surau | Pagaruyung Minangkabau
Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al-Banteni dalam kitab Nashaihul Ibad menjelaskan tentang sepuluh cincin yang diberikan malaikat kepada orang-orang yang akan masuk surga dan orang-orang yang akan masuk neraka. Pada setiap cincin tersebut terdapat pesan dari Allah SWT.
Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al-Banteni menjelaskan hadits yang diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu anha.
Nabi Muhammad SAW bersabda: Apabila Allah berkehendak memasukkan ahli surga ke dalam surga, terlebih dahulu mengutus malaikat untuk menemui mereka dengan membawakan hadiah dan busana dari surga jika nanti mereka akan masuk surga. Maka berkatalah Malaikat kepada mereka, “Sesungguhnya aku membawakan hadiah tuan dari Allah Tuhan semesta alam.”
Mereka (ahli surga yang akan masuk surga) bertanya, “Hadiah apa itu?” Malaikat menjawab, “Itu adalah sepuluh cincin."
Kemudian Nabi Muhammad SAW menjelaskan pesan atau tulisan dari Allah SWT pada setiap cincin untuk calon penghuni surga. Setelah menjelaskan itu, Nabi Muhammad SAW menjelaskan pesan atau tulisan dari Allah SWT pada setiap cincin untuk calon penghuni neraka.
وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ أَنْ يُدْخِلَ أَهْلَ النَّارِفِي النَّارِبَعَثَ إِلَيْهِمْ مَلَكًا وَمَعَهُ عَشَرَةُ خَوَاتِمَ:
Apabila Allah berkehendak memasukkan (calon) penghuni neraka ke dalam neraka, maka terlebih dahulu mengutus Malaikat kepada mereka dengan membawa sepuluh buah cincin (pula).
Pada cincin yang pertama tertuliskan: Masuklah ke dalam neraka, di situ kamu tidak mati-mati, tidak juga hidup (senang) dan tidak akan keluar.
Pada cincin kedua ditulis: Bergelimanganlah kamu dalam siksaan yang tidak pernah berhenti.
Pada cincin ketiga ditulis: Berputus harapanlah kamu dari rahmat-Ku.
Pada cincin keempat ditulis: Masuklah kamu ke dalam neraka dengan penuh kebingungan dan kesedihan selamanya.
Pada cincin kelima ditulis: Pakaian kamu adalah api, makanan kamu adalah Zaqqum, minuman kamu adalah Hamiim (air yang sangat panas), hamparan kamu adalah api dan tempat berteduh kamu adalah api.
Pada cincin keenam ditulis: Ini adalah pembalasan bagi kamu, pada hari ini, disebabkan maksiat yang kamu lakukan.
Pada cincin ketujuh ditulis: Kemurkaan-Ku atas kamu di dalam neraka selamanya.
Pada cincin kedelapan ditulis: Atas kamu kutukan disebabkan oleh dosa besar yang telah kamu lakukan dengan sengaja dan kamu tidak mau bertobat dan tidak (pula) menyesalinya.
Pada cincin kesembilan ditulis: Teman-teman kamu adalah setan di neraka selamanya.
Pada cincin kesepuluh ditulis: Kamu telah mengikuti setan, kamu mengharapkan dunia dan meninggalkan akhirat, maka inilah pembalasan bagi kamu.
Sesungguhnya di dalam neraka Jahannam terdapat 70.000 jurang, masing-masing jurang terdapat 70.000 liang (gua) dan masing-masing liang (gua) terdapat 70.000 rumah. Masing-masing rumah terdapat terdapat 70.000 lokal. Masing-masing lokal terdapat 70.000 sumur, masing-masing sumur terdapat 70.000 ular. Dan di dalam setiap rongga mulut ular terdapat 70.000 kalajengking. Orang kafir maupun munafik, tidak berakhir sehingga menghadapi semua itu. (Syekh Nawawi al-Banteni, Nashaihul Ibad)
Sebelumnya sudah publis tulisan yang berhubungan dengan tulisan ini, judulnya: Sepuluh Cincin Untuk Calon Penghuni Surga